KETIKA ORANG MISKIN MEMBERI

Rhenald KasaliCatatan dari Rhenald Kasali, seorang pakar bisnis dan strategi, di harian Jawa Pos pagi ini benar-benar menginspirasi, so aq ingin berbagi inspirasi buat sobat sekalian yang terdampar kesini dan belum sempat untuk menikmati sajian tulisannya di Jawa Pos pagi ini. Sebelumnya siapkan tekad dulu untuk membaca sampai akhir karena tulisannya panjang, khas sajian catatan ekonomi bisnis, selamat membaca inspirasi pagi ini… Smile

………

Bisakah orang miskin memberi?

Banyak orang yang saat ini berpikir dirinya harus kaya lebih dahulu untuk bisa membantu orang lain. Orang-orang seperti itu menunda perbuatan baik, menunggu sampai saatnya tiba. Padahal, bagi orang yang menerima, orang kaya memberi adalah biasa sekali. Pemberian yang paling indah justru adalah pemberian yang datang dari orang-orang yang susah.

Di Banda Aceh saya menemukan banyak orang yang merasa susah dan hidupnya tetap tertekan kendati rumah-rumah mereka sudah lebih baru. Jalan-jalan beraspal kukuh telah terbangun, kedai-kedai kopi di Ulee Kareng telah kembali ramai, dan roda ekonomi telah kembali berputar. Selain sulit menghilangkan trauma dan kesedihan yang mendalam karena tsunami, kadang saya berpikir mungkin karena bantuan-bantuan yang mereka terima datang dari negara-negara kaya.

Tetapi, di sebuah pesantren yang miskin di Jawa Timur saya menemukan anak-anak korban tsunami Aceh yang hidup bahagia meski mereka dipelihara oleh santri-santri yang tidak kaya. Sangat mungkin mereka merasakan ketulusan dan rasa persaudaraan. Bukan sekedar pemberian.

Spiritual Giving

Giving atau memberi pada dasarnya dapat dibagi ke dalam dua kelompok :

  1. Material Giving, berupa uang, makanan, selimut, rumah dan hadiah-hadiah
  2. Spiritual Giving, berupa kasih sayang, ketulusan, perhatian, kepedulian, senyum dan uluran tangan.

Jadi pada dasarnya, Anda tidak harus menjadi kaya secara material terlebih dahulu untuk bisa memberi. Tetapi, bila bisa memberikan apa saja, Anda adalah orang yang kaya. Kaya adalah state of mind yang dibentuk oleh pikiran, bukan oleh jumlah uang. Bila dua orang yang berpenghasilan sama memberi, yang memberi lebih tuluslah yang lebih kaya.

Saya suka bertanya kepada sopir saya, mengapa dia selalu memberi pengemis yang meminta di sisi sebelah kanan di sepan jendela kaca mobilnya, sedangkan pemilik mobil lain mengunci rapat-rapat jendelanya. Ia mengaku dulu pernah menjadi sopir taksi. “Mungkin karena kita tahu sama-sama susah cari uang di jalan,” ujarnya.

Di Bandung saat seorang banci menepuk-nepuk tangan sambil berjoget di lampu merah, ia segera membuka jendela dan memberi bukan uang, tetapi sebatang rokok. Banci itu berucap spontan, “Masya Allah, rokok bo! Nuhun ya kang.” Ia melenggang pergi sambil tersenyum gembira.

Dalam sebuah buku saku yang ditulis Arswendo Atmowiloto selama di penjara, saya juga pernah membaca kisah para napi yang sering menerima “kiriman” uang receh yang dilempar dari balik tembok penjara oleh sopir-sopir truk yang dimasukkan ke kotak korek api. “Mungkin mereka adalah mantan napi yang tahu betapa sulitnya orang kecil yang ditahan di penjara,” Ujar Arswendo.

Bagi saya, orang-orang yang masih mau berbagi itulah yang kaya. Sebaliknya, di Jakarta saya juga menemukan orang-orang yang sudah secara ekonomi terpuruk, mulutnya jahat pula. Selain mudah tersinggung, tak pernah mau memberi, setiap kali ada kesempatan, mereka selalu mengambil lebih dulu. Setiap kali ada antrean pemberian, mereka selalu menyerobot dan mengerahkan semua anggota keluarga untuk berebut.

Mereka ini sebenarnya sama miskinnya dengan orang-orang kaya yang terbelenggu dengan gaya hidup hedopnis. Mereka tidak punya budaya memberi, bahkan kedatangan selalu menyedot energi milik orang lain.

Di Pesantren SPMAA di Desa Turi, Lamongan, saya mengirim mahasiswa-mahasiswa MM UI untuk tinggal beberapa hari. Bukan untuk belajar ilmu manajemen, melainkan untuk belajar berbagi. Pesantren ini tidak kaya materi, tetapi mereka punya hati mulia untuk memberi. Untuk makan saja, mereka tidak berlebih, tetapi semua orang bisa menikmati kasih sayang.

Di Sanggar Akar Jakarta saya menemukan komunitas anak-anak jalanan yang untuk makan sehari-hari tidak berlebih, namun mereka bisa berkesenian, menjual pertunjukan teater kepada perusahaan-perusahaan, dan bernyanyi gembira. Anak-anak itu dulu dikumpulkan oleh Romo Sandyawan karena mereka menjadi korban “Operasi Esok Penuh Harapan” yang menganggap mereka sebagai “sampah kota.”

Di Bandara Juanda saya pernah bertemu dengan seorang biksu yang menasehati seorang ibu yang tengah menderita karena suaminya sedang sakit keras. Pesannya, “Nyonya, banyak-banyaklah berderma.” Si Ibu terbengong, ia tidak bisa memahami bagaimana orang susah justru diminta berderma. Namun, belakangan saya mendengar ibu itu menyerahkan sebagian besar hartanya kepada orang-orang miskin beberapa saat sebelum suaminya meninggal.

Melepas Kesulitan

Di bab penutup buku The Power of Giving yang ditulis Azim Jamal dan Harvey McKinnon, saya membaca kalimat ini : “One of the best gifts you can give children is to teach them the beauty of giving.” Setiap anak bisa diajari memberi selagi mereka kecil. Mulai memberikan perhatian, senyum, ucapan-ucapan yang membesarkan semangat, kalimat-kalimat positif, uluran tangan, kata terima kasih, perhatian, empati, mendengarkan, doa dan seterusnya.

Orang yang memberi adalah orang-orang yang kaya dan bahagia. Ibu yang tengah menderita karena suaminya sakit keras menyatakan, “Memberi bagi orang miskin adalah sebuah penyembuhan dan membuat hidup lebih baik karena hanya dengan kebaikan berbuahlah kebaikan.

………

source : Halaman Ekonomi dan Bisnis Harian Jawa Pos Senin, 9 Januari 2012

pict from : Wawancaraku.blogspot

Bookmark the permalink .

32 Responses to KETIKA ORANG MISKIN MEMBERI

  1. ya kita harus memberi orang itu tidak harus punya dulu,,,
    allah juga maha melihat umatnya yang memberi dengan ikhlas

    BalasHapus
  2. memberi memang lebih baik daripada meminta .
    thanks buat motivasi dan pencerahannya

    BalasHapus
  3. wah kita harus belajar banyak nih, terima kasih ya :)

    BalasHapus
  4. tangan diatas memang lebih baik dari tangan dibawah

    BalasHapus
  5. memberi itu lebih mulia daripada kita meminta hehe :D

    BalasHapus
  6. @ obat : yep

    @ gamat : yep

    @ thermo : sama-sama boz

    @ timbangan : sepakat

    @ auto : pastilah boz

    BalasHapus
  7. i like this post! of course, i'm only starting to study your language and possible don't understand everything. but anyway it's a practice for me. thanks for your blog!

    BalasHapus
  8. @ cigarettes : thanx for your visit guys

    BalasHapus
  9. orang mioskin juga ingin beramal bukan hanya orang kaya saja yang beramal

    BalasHapus
  10. lebih enak jadi orang miskin pas-psan daripada jadi orang kaya sombong.... banyak yang menjelek-jelekan.....

    BalasHapus
  11. orang miskin lebih gampang hisaban di akhirat nanti daripada orang kaya...

    BalasHapus
  12. orang miskin juga bisa memberikan sedekah bukan hanya orang kaya, walau pun gak dengan materi tapi dengan tenaga yang di sedekah kan..

    BalasHapus
  13. Lebih baik tangan d atas,dripada tangan d bawah...

    Thanks for share. . . ! !

    BalasHapus
  14. keikhlasan inti dari semua itu, sekecil apapu kita memberi dengan hati ikhlas insya Allah berkah ....

    BalasHapus
  15. memang bnr, menjadi tangan di atas itu lbh baik daripada di bawah.

    BalasHapus
  16. nice artikel gan . .
    mksih atas pencerahannya

    BalasHapus
  17. sipp dech tulisannya,, inspirasi yang sangat membangun sekali nich,,,
    thanks ya

    BalasHapus
  18. @ obat : hehehe, sepakat aja deh...

    @ hayati nufus : yep

    @ chute : ok

    @ bun no ichi : yuppp

    @ penghuni 60 : alwaysss boz

    BalasHapus
  19. @ aby farhan : makasih balik bang

    @ xamthone : ok

    BalasHapus
  20. makasih banyak motivasinya,,
    yukk kita rajin-rajin untuk beramal :)

    BalasHapus
  21. banyak orang kaya tapi pada pelit,,masa kalah sama yang miskin

    BalasHapus
  22. mari kita banyak" beramal :D

    BalasHapus
  23. saya sngat setuju banget dngn artikel ini...
    bnar2 memotivasi kita untuk lebih bisa memberi tehadap orng lain walaupun tidak berbentuk harta..
    terimakasi ya atas infonya..

    BalasHapus
  24. @ bun : yang miskin kayaknya juga da yang pelit :D

    @ tyas : mari..mari....

    @ obat : ok

    BalasHapus
  25. senyum juga sedekahh,, jadi g dan 1 manusiapun yang tidak bisa memberiii ..
    betul,, betull,, betull .. hehheh

    BalasHapus
  26. ya setuju sekali,,kalau memberi itu adalah sebuah penyembuhan terutama bagi batin,,terasa tenang dan bahagia,,,mantap sekali tulisan nya,,
    tambahan gan coba dengerin deh ceramah ust. yusuf mansur tentang the power of giving,,,

    BalasHapus
  27. Areavideo sebuah Usaha yang berawal dari memberi

    BalasHapus
  28. SOFTWARE PEMBAYARAN SPP atikel yang sangat bagus dan menginspirasi semua orang

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...